Sekitar
12 tahun yang lalu alogenik BMT (Bone
Marrow Transplantation) di Indonesia di lakukan di kota semarang. Sayangnya
upaya heroik ini tidak berhasil karena program ini dihentikan setelah dua kasus
ini sedang berjalan. Kemudian di jakarta juga terjadi kasus yang sama seperti di
semarang. Sejauh ini tidak ada laporan yang jelas mengapa program tersebut dihentikan.
Salah satu alasan yang mungkin bisa dijadikan alasan adalah bawah hal tersebut
adalah proyek yang membutuhkan biaya yang sangat tinggi dan pasien harus
membayar seluruh prosedurnya. Dengan kata lain, hanya pasien yang berasal dari
keluarga yang mempunyai finansial yang baik agar bisa membayar prosedur ini.
Hematopoietic Stem Cell
Transplantation (HSCT)
bekerja sangat baik di negara negara lain seperti di saudi arabia dan asia.
Indonesia dijadikan sebagai target pemasaran dari negara negara tetangga
seperti malaysia, singapura. Indonesia saat ini masih berusaha untuk
merekonstruksi pusat transplantasinya. Biaya tinggi mungkin salah satu
faktornya, tetapi mengapa sebuah negara besar seperti Indonesia dengan tenaga
medis yang besar masih tertinggal dalam aspek ilmu pengetahuan dan perawatan
medis jawabannya masih tidak diketahui. Negara tetangga yang memiliki fasilitas
untuk HSCT mengatur agen pemasaran di berbagai kota besar di Indonesia. Potensi
calon didekati untuk memiliki HSCT dilakukan di negara mereka. Namun, ukuran
pasar yang besar tidak hanya datang dari Stem
Cell Transplantation mengggunakan Peripheral Blood Stem Cell (PBSC),
tetapi juga dari darah tali pusat atau Umbilical
Cord Blood (UCB). Banyak pusat tetangga menggunakan agen mereka di
Indonesia untuk berkolaborasi dengan dokter kandungan lokal untuk mengumpulkan tali
pusat dan plasenta darah sebanyak mungkin, yang kemudian dikirim ke
negara-negara tetangga.
Hal
ini menimbulkan dilema mengapa indonesia tidak menjalankan pusat HSCT sendiri
untuk memungkinkan negara untuk mendukung kebutuhan dalam negeri untuk HSCT dan
penyimpanan UCB. Aspek UCB telah menjadi lebih penting dalam penyebaran
komersial dari jaringan sel induk dari negara lain di Indonesia. Hampir setiap
hari UCB diangkut ke luar negeri dan disimpan di negara tetangga. Laporan dari
pusat-pusat menunjukan bahwa beberapa persentase yang signifikan dari sel induk
telah kehilangan kelangsungan hidup mereka selama proses di Indonesia dan
selama transportasi ke luar negeri. Hal ini membuat nilai asli yang diharapkan
dari sel induk menjadi berkurang secara signifikan. Sayangnya, selain orang tua
membayar sejumlah besar uang, mereka juga harus menandatangani perjanjian bahwa
penyedia sel induk tidak bertanggung jawab untuk hasil akhir sel.
Hematopoietic Stem Cell
adalah sel yang terdiferensiasi dari Adult
Stem Cell. Sel hematopoietik mampu berdiferensiasi menjadi sel darah,
seperti sel darah merah, trombosit, monosit, neutrofil, basofil, eosinofil,
limfosit B, limfosit T, dan natural Killer.
Sebelum
Pengembangan Stem Cell Transplantation berpusat
di negara- negara tetangga selama awal 1990, beberapa pasien yang mampu
membayar dirujuk ke pusat – pusat stem cell yang jauh seperti di Amerika
Serikat, Belanda, Australia dan taiwan. Selama pertengahan tahun 1990-an ketika
negara negara tetangga memulai program alogenik Bone Marrow Transplantation, pasien dirujuk untuk ke negara
Singapura dan juga Malaysia. Pada saat itu ada harapan bahwa program tersebut
akan dilaksanakan di Indonesia.
Masalah
Utama yang dihadap Indonesia dalam Hal HSCT adalah ketidakmampuan untuk
mengembangkan pusat HSCT sendiri. Ada dua pusat yang dulunya menjalankan
Alogenik BMT yaitu yang berada di semarang dan jakarta. Kedua pusat ditutup
karena hanya dua kasus yang ditangani masing masing pasien tersebut telah
meninggal. Pelayanan kesehatan Indonesia telah memperingatkan tentang kegagalan
ini. Meskipun alasan utama penutupan pusat tersebut masih belum diketahui,
namun ada kesan bahwa faktornya adalah kendala keuangan. Beberapa pasien
menggunakan Peripheral Blood Stem Cells
sebagai salah satu prosedur dengan efek samping yang kurang belum dilakukan
sejauh ini, namun kendalanya tetap saja pada masalah keuangan. Ada juga pasien
yang mempunyai latar belakang keuangan yang baik mencari prosedur transplantasi
di luar negeri, seperti ke Amerika Serikat, Belanda dan negara maju yang lain. Pasien
yang dari kategori ekonomi kurang beruntung telah menjalani prosedur
transplantasi yang menurut saya heroik di Indonesia walaupun mereka telah gagal
bertahan hidup dan menyebabkan hilangnya minat masyarakat. Namun dengan
perkembangan pusat transplantasi di negara negara tetangga yang menawarkan
biaya yang lebih murah untuk transplantasi. Terlepas dari manfaat dan pusat
yang dimiliki negara tetangga mengapa hemaatologi indonesia tidak dapat
mengembangkan pusatnya sendiri dan juga dari segi biaya yang lebih murah
menjadikan tantangan bagi masa depan.
Kesimpulan:
Hematopoietic Stem Cell
Transplantation di Indonesia masih menghadapi masalah
yang belum terjawab. Saat ini terasa pengembangan pusat transplantasi sangatlah
mendesak. Setidaknya negara tetangga telah membantu pasien yang membutuhkan
HSCT untuk di transplantasi. Namun, ketika mereka mengira bahwa Indonesia
dijadikan pasar komersial, seharusnya pasien lebih diutamakan yang memang butuh
transplantasi atau hanya dijadikan sebagai bisnis membuat Uang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar