Rabu, 04 Mei 2016

Transplantasi Hematopoietic Stem Cell di Indonesia

Sekitar 12 tahun yang lalu alogenik BMT (Bone Marrow Transplantation) di Indonesia di lakukan di kota semarang. Sayangnya upaya heroik ini tidak berhasil karena program ini dihentikan setelah dua kasus ini sedang berjalan. Kemudian di jakarta juga terjadi kasus yang sama seperti di semarang. Sejauh ini tidak ada laporan yang jelas mengapa program tersebut dihentikan. Salah satu alasan yang mungkin bisa dijadikan alasan adalah bawah hal tersebut adalah proyek yang membutuhkan biaya yang sangat tinggi dan pasien harus membayar seluruh prosedurnya. Dengan kata lain, hanya pasien yang berasal dari keluarga yang mempunyai finansial yang baik agar bisa membayar prosedur ini.

Hematopoietic Stem Cell Transplantation  (HSCT) bekerja sangat baik di negara negara lain seperti di saudi arabia dan asia. Indonesia dijadikan sebagai target pemasaran dari negara negara tetangga seperti malaysia, singapura. Indonesia saat ini masih berusaha untuk merekonstruksi pusat transplantasinya. Biaya tinggi mungkin salah satu faktornya, tetapi mengapa sebuah negara besar seperti Indonesia dengan tenaga medis yang besar masih tertinggal dalam aspek ilmu pengetahuan dan perawatan medis jawabannya masih tidak diketahui. Negara tetangga yang memiliki fasilitas untuk HSCT mengatur agen pemasaran di berbagai kota besar di Indonesia. Potensi calon didekati untuk memiliki HSCT dilakukan di negara mereka. Namun, ukuran pasar yang besar tidak hanya datang dari Stem Cell Transplantation  mengggunakan Peripheral Blood Stem Cell (PBSC), tetapi juga dari darah tali pusat atau Umbilical Cord Blood (UCB). Banyak pusat tetangga menggunakan agen mereka di Indonesia untuk berkolaborasi dengan dokter kandungan lokal untuk mengumpulkan tali pusat dan plasenta darah sebanyak mungkin, yang kemudian dikirim ke negara-negara tetangga.


Hal ini menimbulkan dilema mengapa indonesia tidak menjalankan pusat HSCT sendiri untuk memungkinkan negara untuk mendukung kebutuhan dalam negeri untuk HSCT dan penyimpanan UCB. Aspek UCB telah menjadi lebih penting dalam penyebaran komersial dari jaringan sel induk dari negara lain di Indonesia. Hampir setiap hari UCB diangkut ke luar negeri dan disimpan di negara tetangga. Laporan dari pusat-pusat menunjukan bahwa beberapa persentase yang signifikan dari sel induk telah kehilangan kelangsungan hidup mereka selama proses di Indonesia dan selama transportasi ke luar negeri. Hal ini membuat nilai asli yang diharapkan dari sel induk menjadi berkurang secara signifikan. Sayangnya, selain orang tua membayar sejumlah besar uang, mereka juga harus menandatangani perjanjian bahwa penyedia sel induk tidak bertanggung jawab untuk hasil akhir sel.





Hematopoietic Stem Cell adalah sel yang terdiferensiasi dari Adult Stem Cell. Sel hematopoietik mampu berdiferensiasi menjadi sel darah, seperti sel darah merah, trombosit, monosit, neutrofil, basofil, eosinofil, limfosit B, limfosit T, dan natural Killer.

Sebelum Pengembangan Stem Cell Transplantation berpusat di negara- negara tetangga selama awal 1990, beberapa pasien yang mampu membayar dirujuk ke pusat – pusat stem cell yang jauh seperti di Amerika Serikat, Belanda, Australia dan taiwan. Selama pertengahan tahun 1990-an ketika negara negara tetangga memulai program alogenik Bone Marrow Transplantation, pasien dirujuk untuk ke negara Singapura dan juga Malaysia. Pada saat itu ada harapan bahwa program tersebut akan dilaksanakan di Indonesia.

Masalah Utama yang dihadap Indonesia dalam Hal HSCT adalah ketidakmampuan untuk mengembangkan pusat HSCT sendiri. Ada dua pusat yang dulunya menjalankan Alogenik BMT yaitu yang berada di semarang dan jakarta. Kedua pusat ditutup karena hanya dua kasus yang ditangani masing masing pasien tersebut telah meninggal. Pelayanan kesehatan Indonesia telah memperingatkan tentang kegagalan ini. Meskipun alasan utama penutupan pusat tersebut masih belum diketahui, namun ada kesan bahwa faktornya adalah kendala keuangan. Beberapa pasien menggunakan Peripheral Blood Stem Cells sebagai salah satu prosedur dengan efek samping yang kurang belum dilakukan sejauh ini, namun kendalanya tetap saja pada masalah keuangan. Ada juga pasien yang mempunyai latar belakang keuangan yang baik mencari prosedur transplantasi di luar negeri, seperti ke Amerika Serikat, Belanda dan negara maju yang lain. Pasien yang dari kategori ekonomi kurang beruntung telah menjalani prosedur transplantasi yang menurut saya heroik di Indonesia walaupun mereka telah gagal bertahan hidup dan menyebabkan hilangnya minat masyarakat. Namun dengan perkembangan pusat transplantasi di negara negara tetangga yang menawarkan biaya yang lebih murah untuk transplantasi. Terlepas dari manfaat dan pusat yang dimiliki negara tetangga mengapa hemaatologi indonesia tidak dapat mengembangkan pusatnya sendiri dan juga dari segi biaya yang lebih murah menjadikan tantangan bagi masa depan.

Kesimpulan:

Hematopoietic Stem Cell Transplantation di Indonesia masih menghadapi masalah yang belum terjawab. Saat ini terasa pengembangan pusat transplantasi sangatlah mendesak. Setidaknya negara tetangga telah membantu pasien yang membutuhkan HSCT untuk di transplantasi. Namun, ketika mereka mengira bahwa Indonesia dijadikan pasar komersial, seharusnya pasien lebih diutamakan yang memang butuh transplantasi atau hanya dijadikan sebagai bisnis membuat Uang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar